Kamis, 31 Januari 2008

Tragedi Pulau Paskah

Pulau Paskah adalah setitik kecil noktah pada peta. Terletak di Samudra Pasifik Selatan. Disebut sebagai Rapa Nui oleh orang Polinesia.

Tindakan masyarakat Pulau Paskah merupakan suatu contoh tindakan manusia yang patut diperhatikan agar contoh yang benar-benar salah ini bisa memberikan pelajaran dimanapun manusia berada. Okay saya ceritain dulu.

Sebuah pulau terpencil di kawasan Pasifik selatan merupakan rumah bagi patung-patung batu raksasa, kehadiran mereka menakjubkan para ilmuwan, arkeolog dan turis. Penduduknya disebut orang sebagai “Rapanui” dan pulaunya disebut “Rapa Nui” atau Rapa Besar, juga dikenal sebagai “Pulau Paskah”. Terletak 2,300 mil disebelah barat Amerika Selatan dan 2,500 mil disebelah timur Tahiti. Pulau Paskah termasuk salah satu tempat yang paling terisolasi dan misterius di Bumi ini.

Suatu ketika Laksamana Jacob Roggeveen (1659 – 1729) dari Belanda pada April 1722 datang pada minggu Paskah di suatu pulau. Pulau itulah yang dinamakan Pulau Paskah yang diambil dari nama perayaan pada tanggal penemuan pulau itu. Menurut Roggeveen sekitar 3000 penghuni pulau itu bertahan hidup dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Daratannya sangat tandus, kering, dan nyaris tak ditumbuhi pohon kayu yang besar. Kecuali semak belukar dan pohon-pohon kecil. Satu-satunya sumber air tawar adalah danau-danau tohor di kawah.

Tetapi di tengah hal-hal yang mengenaskan itu ada beberapa kejutan. Khususnya dari sekitar 800 patung raksasa setinggi 8 meter lebih yang bertebaran di pulau, berjajar rapat memunggungi laut dan ada yang menghadap laut.

Patung-patung tersebut dinamakan Moai, yang berarti “rupa”, berdiri tegak diatas podium batu besar yang dinamakan “Ahu”. Mahkota dikepala patung tersebut adalah bulat berjambul yang terbuat dari batu merah.

Patung Moai itu dipahat dari batu yang berasal dari Rano Raraku, gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi di pulau tersebut. Lalu bagaimana batu-batu raksasa seberat 14 sampai 80 ton ini dipindahkan dari gunung ke beberapa tempat “Ahu” yang tersebar di pulau tersebut ? Menurut dongeng penduduk setempat, nenek moyang mereka menggunakan “Mana” atau kekuatan supernatural untuk memerintahkan para “Maoi” itu berjalan sendiri ke atas podium batu. Ada beberapa teori lainnya yang berusaha memecahkan misteri artifak ini. Beberapa diantaranya percaya bahwa pulau ini adalah ujung dari daratan yang ada pada peradaban prasejarah, sedangkan yang lainnya berspekulasi adanya keterlibatan kehidupan luar planet.

Untuk mengetahui teori yang benar dan mana yang dapat masuk diakal mari kita kembali ke masa yang lebih lampau, sekitar 400 Masehi, dimana Pulau Paskah penuh dengan tanaman-tanaman dan pohon-pohon palem, seperti hutan. Di masa ini penduduk pertama yang menghuni pulau ini adalah suku Polinesia. Hidup mereka berkelimpahan, mereka semakin menambah penduduk pulau. Dan satu hal kesalahan besar yang dilakukan oleh suku Polinesia, mereka memahat monumen batu, terutama arca (Moai (Patung raksasa)).

Moai-Moai tersebut dipindahkan dan ditegakkan dengan bantuan kayu gelondong dan tali. Percobaan yang dilakukan membuktikan bahwa apabila satu arca diikat erat dengan posisi tegak di atas gelondongan kayu yang dibentuk serupa kereta luncur lalu dinaikkan ke atas rel berupa deretan kayu gelondongan dengan dua lusin orang saja Moai itu dapat dipindah dengan mudah (Oleh geolog Amerika, Charles Love). Maka mereka menebang banyak pohon hanya untuk memindahkan Moai-Moai tersebut.

Dan menjelang 1400 Masehi, pohon sudah jarang di Pulau Paskah. Ketika sebatang pohon ditebang dan akarnya mati, humus kehilangan penahan. Lapisan tanah setebal 1-1,5 meter akhirnya bakal terkikis dan tidak ada jalan pintas untuk memulihkannya.

Persaingan memperebutkan sumber daya terus-menerus memicu perang antara penduduk bertelinga panjang dan bertelinga pendek. Perjanjian Rongorongo yang dibuat penduduk pulau yang kemungkinan artinya damai-damai berisi perjanjian damai pun percuma. Sialnya, gengsi puak diumbar dengan mendirikan Moai. Akhirnya pohon terakhir ditebang dan penyesalan terjadi diakhir.

Penurunan yang mendadak pada jumlah tulang ikan dan burung ketika para penduduk kehilangan akal untuk membangun kapal nelayan dan burung-burung kehilangan tempat sarang. Ayam dan tikus menjadi sarapan utama para manusia. Kanibalisme pun berlangsung. Kurva-J pun terjadi. Pulau Paskah yang mampu menampung sekitar 10.000-15.000 individu menjadi 2.000-3.000 individu.

Ketika kita mengamati, mendengarkan dan merasakan. Akan ditemukan persamaan yang sangat-sangat mirip dengan yang terjadi pada planet Bumi saat ini. Hanya saja Pulau Paskah dalam ruang dan waktu yang kecil, sedangkan planet Bumi adalah ruang dan waktu yang lebih besar, yang sepengetahuan saya satu-satunya planet yang dapat dihuni oleh manusia.

Dalami hal ini di :

Wikipedia

EraBaru

HarianGlobal


Tidak ada komentar: